Sepuluh Tahun
- - -
Sebelas tahun yang lalu, ibu saya bertanya,
"Teh, mau les musik?"
"Mau, Mah."
"Gitar atau piano?"
"Gitar aja ah, piano mah susah."
Sepuluh tahun yang lalu, ayah saya membelikan
gitar pertama saya, Yamaha C315 yang katanya 'standar' digunakan pemula untuk
belajar gitar klasik. Selama tiga bulan pertama, jari-jari tangan kiri saya
tidak berhenti memerah ketika latihan. Setelahnya, saya sudah sedikit terbiasa
merasakan nyeri ketika jari saya berubah dari memainkan kunci C menjadi kunci
G7.
Delapan tahun yang lalu, saya berhenti les
musik. Dan selama beberapa bulan, gitar saya terdiam di pojok kamar,
perlahan-lahan terlupakan dan mengumpulkan debu di atasnya.
Enam tahun yang lalu, saya akhirnya menyentuh
gitar saya kembali, dan perlahan-lahan memainkan nada-nada dari dua tahun yang
lalu, namun hingga saat itu masih terasa familier.
Empat tahun yang lalu, saya sudah terbiasa
mengganti senar gitar yang putus karena dimainkan dengan tidak hati-hati, baik
itu oleh saya maupun oleh teman-teman saya. Sepanjang tahun, teman-teman saya
sudah terbiasa melihat saya membawa gitar ke sekolah, dan saya pun sudah
terbiasa melihat gitar saya dipinjam dan dibawa-bawa keliling sekolah.
(Dan pada saat itu, gitar inilah yang
memperkenalkan saya dengan dia. Ah, tapi, itu cerita di lain hari.)
Dua tahun yang lalu, saya bersikeras membawa
gitar saya ke kosan.
"Untuk kalo misalnya teteh malem-malem
gaada kerjaan, mending main gitar, Mah."
"Ya kalo kamu gaada kerjaan ya belajar
lah."
Sepuluh tahun yang lalu, saya tidak sadar bahwa
saya memperoleh salah satu benda kesayangan yang awet hingga masa kuliah. Dan
semoga gitar saya masih tetap awet hingga kepemilikannya sudah berganti ke anak
saya. Hehe.
- - -
No comments:
Post a Comment