.
“Honey, I’m home.”
Terdengar
suara tawa dari arah dapur. Tersenyum, Jonathan berjalan ke arah suara
tersebut sembari melepas jas dan dasinya. Hari ini hari yang cukup melelahkan
di kantor, sehingga pulang dan mendengar tawa istrinya adalah highlight harinya.
“Hello, darling, how’s work?”
Jonathan
tidak menjawab, lebih memilih untuk merangkul istrinya dari belakang. Wanita berumur
dua puluh empat tahun itu tidak kaget dan tetap melakukan pekerjaan mencuci
piringnya. Merengut karena tidak diperhatikan, Jonathan menaruh kepalanya di
pundak istrinya dan memeluknya lebih erat.
“Aneh
rasanya, menjadi guru di almamater sendiri. Beberapa dosen yang sekarang
menjadi rekan kerja dulu pernah mengajarku.”
“Well, setidaknya kau sudah tahu tips dan
trik untuk menjalani keseharianmu di kampus.”
“But still weird being a lecturer instead
of a student. And hey, how’s your day?”
“Bebersih,
seperti biasa. Membeli beberapa baju bayi yang kemarin belum sempat kita beli.
Warna netral, seperti keinginanmu.”
“Nice.”
“And I’ve had tea with an old
friend.”
“Oh?
Siapa? Aku kenal?”
“Nope.”
Aneh...
karena biasanya teman istrinya adalah temannya juga, mengingat mereka bersama
sejak junior di SMA. Tapi bukan
berarti istrinya tidak boleh memiliki temannya sendiri...
“Okay, then.”
.
.
“Maaf,
anda Tuan Jonathan Campbell?”
Sesosok
pria memakai suits berdiri di
hadapannya. Aneh, ia tidak kenal siapa itu...
“Ya,
anda siapa ya?”
“Maaf
menganggu hari anda, Pak. Tetapi, anda diundang minum teh dengan keluarga
kerajaan. Ini undangannya, dan saya adalah chauffeur
anda.”
Tunggu.
Dulu.
...
Apa?
“Apa?!”
.
.
“Jadi
anda suami Marie,” gumam sosok di depan Jonathan.
“I’m sorry, My King, how do you know Marie?”
Pria
paling tersohor di negeri itu mengedipkan matanya, bingung. “Marie belum cerita
kepadamu?”
“Eh,”
sungguh, Jonathan benar-benar out of his
depth, tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sejak kapan seorang raja mengundangnya
untuk minum teh, lalu menanyakan mengenai
istrinya?!
Sang
Raja pun tertawa terbahak. “Oh my, sangat
tipikal Marie. Ya, saya kenal dengan Marie. Kami berteman sejak taman
kanak-kanak, karena ayahnya Marie dulu teman dekat ayahku. Tapi sekitar awal
SMA kami tidak lagi bersama karena saya harus bersekolah di luar negeri, tapi
kami tetap berkomunikasi lewat e-mail.
Saya tahu banyak hal mengenaimu, karena hampir setengah e-mail dari Marie adalah tentangmu. Ia benar-benar tidak pernah
cerita?”
Jonathan
hanya bisa menggelengkan kepalanya. Benar-benar tipikal Marie. Wanita itu pasti
menganggap pertemanannya dengan sang Raja hanyalah hal yang biasa, karena ia
sudah kenal lama dengan sang Raja.
“So, how’s the baby? Saya sudah dengar
dari Marie kemarin, dan mengingat kalian sudah akan memiliki anak pertama, saya
pikir sudah waktunya saya bertemu denganmu.”
“Well...”
.
.
“Honey, I’m home.”
Terdengar
suara tawa dari arah dapur. Tersenyum, Jonathan berjalan ke arah suarau
tersebut sembari melepas jas dan dasinya. Hari ini hari yang cukup mengagetkan,
mengingat ia diundang minum teh dengan pemimpin negaranya serta mengetahui
bahwa istrinya bersahabat dengan sang Raja.
“Hello, darling, how’s work?”
Jonathan
tidak menjawab, lebih memilih untuk merangkul istrinya dari belakang. Wanita berumur
dua puluh empat tahun itu tidak kaget dan tetap melakukan pekerjaan mencuci
piringnya.
“I’ve had tea with your old friend.”
“Oh?”
“Ya,
temanmu yang kemarin juga minum teh denganmu. Aku tidak kenal, my ass.”
Marie
hanya tertawa mendengar perkataan suaminya, dan memeluk erat kedua tangan yang
memeluknya dari belakang.
End.
-a.m.r
.
P.S: All
pictures are NOT mine, it can be found on pinterest.com but separately.
No comments:
Post a Comment