- - -
"Harap tenang! Budi dan ibunya sedang
berdiskusi tentang hal ini, jadi tolong jangan berisik ya," aku berkata ke
sekumpulan orang yang duduk di teras rumah Budi.
Budi itu teman baikku. Dia juga memiliki suara
emas. Sering bergabung denganku dan beberapa temanku untuk nge-band di
cafe-cafe dan pensi sekolah. Beberapa minggu yang lalu, Aldo sang bassis kami
tercinta diam-diam mengunggah salah satu video kami, yang direkam saat kami
main di garasi rumahku, ke sebuah perlombaan band di Surabaya. Iseng-iseng aja,
katanya. Toh sepertinya tidak akan menang, karena awalnya kami kira videonya
gagal dan penuh dengan suara tidak jelas. Eh, ternyata menang.
"Aku gak bisa tampil di depan umum dengan
penonton sebanyak itu, Bu! Aku yakin suaraku bakal terdengar seperti kucing
kita yang sedang bertengkar dengan kucing di jalan. Bagaimana jika mereka
ternyata salah mention bandnya? Bukan kami yang menang? Kan malu!"
Suara Budi terdengar sampai ke teras. Aku yang
mendengarkannya hanya bisa menghela nafas. Budi memang seperti itu. Tidak pe-de
dengan suaranya sendiri.
Terdengar beberapa suara lagi, kemudian hening.
Kami yang menunggu di teras merasa sangat gugup. Budi vokalis kami, tidak
mungkin kami mencari orang lain untuk menggantikan dia!
Beberapa menit kemudian, pintu terbuka dan
keluarlah Budi sambil tersenyum-senyum. Kami hanya memandangnya sementara ia
gugup sendiri. Setelah beberapa menit tanpa jawaban, aku akhirnya berdiri dan
mendecak selagi berkata, "Jadi, kau ikut atau tidak?"
Budi hanya mengangguk.
Kami bersorak bahagia. Aku mendekati Budi dan
memeluknya, sembari berbisik, "Jadi, apa yang membuatmu percaya diri
sehingga ikut?" Karena aku tahu Budi tidak akan semudah itu mengubah
pikirannya.
Budi hanya tersipu dan menjawab, "Ibu yang
membuatku yakin. Kamu tahu kan, Ibuku sama sekali pemilih soal lagu. Kalau gak
suka, suara anaknya sendiri pun pasti gak dinikmatin. Tapi kata Ibu, suaraku
bikin orang melayang ke angkasa, terbuai, sebelum akhirnya tiba di Bumi
lagi."
- - -
No comments:
Post a Comment