bagaimana rasanya jika dirimu berada di masa lalu, dan tidak bisa mati?
-
Seharusnya, ia tidak berada di
posisi ini.
Seharusnya, tidak ada orang tua
yang harus mengebumikan anaknya sendiri.
Seharusnya, umur mereka melampaui
umur dirinya, walaupun hal itu tidak akan pernah terjadi padanya.
Seharusnya, ia belajar dari
pengalaman bahwa hal yang seperti ini terlalu menyakitkan untuk diulang
kembali.
Seharusnya.
Tapi toh, ia kembali berada di
posisi ini, dan akan terus berada di posisi ini sampai waktu yang ia sendiri
tidak ketahui.
-
Namanya adalah Mary. Sebuah nama yang cukup umum, sehingga ia tidak terlalu takut untuk menggunakannya. Wajahnya tidak terlalu cantik, postur tubuhnya sedang-sedang saja sehingga tidak mengundang perhatian, dan rambutnya berwarna cokelat tua sebahu. Sekilas, tidak ada yang mengesankan dari penampilan fisiknya. Tapi, jika seseorang melihat kedua matanya, mereka akan tahu bahwa ada sesuatu yang tak lazim dari wanita yang dari luar terlihat seperti berumur dua puluh enam tahun itu.
Karena sesungguhnya, ia sudah
berumur 178 tahun.
Ia berjalan meninggalkan tempat
pemakaman umum dengan badan tegak dan raut wajah yang tidak terbaca. Tidak
pernah sekali pun ia menoleh ke belakang, ke tempat dimana ia, sekali lagi,
harus mengebumikan anak asuhnya. Karena ia tahu ia tidak akan bisa menahan rasa
sedih dan duka cita yang sekarang seolah akan melumpuhkannya. Saat-saat seperti
inilah yang membuatnya terus menyesal akan keputusan yang ia ambil di masa
lalu.
Atau lebih tepatnya, keputusan yang
ia ambil hampir seratus tahun lagi, di tahun 2117.
-
“Carol, kau yakin akan tetap pergi dengan mereka? Kau kan baru lulus dari akademi.”
“Baru lulus dan langsung ditawari program jangka panjang itu adalah hal yang langka, Miriam. Kau tahu hal itu.”
“Memang sih, tapi kau dengar sendiri desas desus tidak baik mengenai program itu.”
“Mendengarkan gosip ya sekarang, hm?”
“Bukan begitu! Menantang maut, program itu. Kau tahu kan tujuannya. Terbang lebih dekat dengan lubang hitam dan mempelajarinya dengan lebih seksama.”
“Mungkin aku ditawari bekerja di program itu karena disertasiku kemarin adalah tentang lubang hitam, Miriam.”
“Kau sengaja-“
“Ya.”
“Dan kau tahu kan, kemungkinan besar mereka yang mengikuti program itu tidak akan kembali ke bumi ataupun planet dari perserikatan lainnya karena jarak yang terlalu jauh dan resiko gagal yang sangat besar?”
“...”
“Kau memang mengetahui tentang rencana itu dan tetap ingin pergi.”
“Ya. Tidak ada yang benar-benar menungguku di bumi, Miriam. Hanya kau sebagai sahabatku, dan aku tahu kau ditawari untuk bekerja di koloni baru di planet MH180.”
-
Carol, atau yang sekarang dikenal sebagai Lisa, berjalan dengan cepat untuk menghindari hujan badai yang tiba-tiba menyerbu kota London. Kota kelahirannya, tetapi terasa sangat asing. Memang, secara geografis tidak ada yang berubah drastis dari bumi. Tapi sekarang, di awal abad ke-20, London terasa seperti planet-planet tertinggal yang dulu sering ia datangi saat melakukan penelitian. Teknologinya sangat tua. Mereka bahkan belum mulai mendesain internet!
Terkadang, Lisa sangat bangga akan dirinya yang tidak gila karena perbedaan drastis zamannya dulu (atau zamannya di masa depan?) dengan zaman ini. Ia pun sangat bersyukur karena, berkat teknologi yang belum canggih, ia bisa dengan gampangnya membuat identitas baru ketika ia menyadari ia tidak akan menua, ataupun secara tiba-tiba kembali ke waktu asalnya.
Setelah lebih dari tiga setengah dekade, Lisa sudah terbiasa dengan rutinitasnya. Pindah lokasi kediaman setiap delapan hingga sepuluh tahun sekali, mengganti warna rambut atau memakai kontak lensa, mengganti model rambut, mengganti identitasnya. Menjadi orang baru.
Mau tidak mau, suka tidak suka, ia harus menjalankan kehidupannya sekarang.
-
Ia berada di koridor dekat ruang kendali utama ketika tiba-tiba kapal terguncang hebat. Perasaan tidak enak segera menerpanya, dan dengan perasaan itu ia dengan cepat berlari melewati kerumunan orang-orang yang sedang menegakkan badan mereka untuk segera mencapai ruang kendali utama.
Perasaan tidak enaknya terbukti.
Ia segera merasakan belasan pasang mata menatapnya, tetapi pandangannya hanya tertuju pada layar yang menampilkan keadaan di depan kapal.
Terlalu dekat!
Mereka terlalu dekat dengan ujung jurang!
Ia segera berlari menuju tempat pilot berada, meneriaki instruksi-instruksi kepada navigator untuk segera membuat jalur evakuasi bagi kapal. Terdapat banyak sekali kericuhan di belakangnya, tapi ia mengabaikan semua itu dan memfokuskan dirinya untuk mencari jalan keluar bagi mereka.
Sudah terlambat.
Tidak ada lagi yang bisa ia lakukan.
Tidak ada persamaan yang ia ketahui yang bisa membawa mereka dari ujung jurang lubang hitam.
“KODE MERAH! KODE MERAH! Semua personil menuju kapsul evakuasi masing-masing!”
Ia mengabaikan peringatan yang terdengar di seluruh penjuru kapal dan kericuhan yang muncul karenanya. Ia mengabaikan lampu darurat berwarna merah yang menyala dengan heboh di atas kepalanya.
Sudah terlambat.
Hal terakhir yang ia ingat sebelum kegelapan menjemputnya adalah peringatan tanda bahaya yang masih terdengar, lampu darurat berwarna merah yang masih menyala dengan heboh di atas kepalanya, dan rasa sakit yang amat sangat.
Jadi, inilah kematian.
.
.
.
Sayangnya, ia selalu bertemu dengan kehidupan setelah kegelapan menjemputnya, dan bukan kematian.
-
Hari ketika ia menyadari apa yang salah dengan dirinya adalah hari yang biasa-biasa saja. Tidak ada kecelakaan luar biasa yang akan diingat oleh sejarah, tidak ada perang hebat yang sedang berlangsung, tidak ada bencana alam yang menggetarkan dunia. Hari ketika ia menyadari mengapa ia bisa hidup selama hampir lima belas dekade tanpa terlihat lebih tua dari hari ketika ia melewati lubang hitam itu adalah hari dimana ia sedang menikmati waktu senggangnya di teras sebuah villa terpencil di Alula, Somalia, sembari meminum teh dan mendengar suara tawa anak-anak asuhnya.
Ketika ia menyadarinya, ia merasa sangat bodoh karena jawabannya begitu mudah dan simpel. Ia tidak akan menua ataupun mati karena sesungguhnya ia tidak milik waktu ini. Ia tidak sepantasnya berada di bumi pada waktu ini. Ia adalah sebuah anomali yang tidak dapat dijelaskan. Ia tidak bisa mati, karena hidup belum bisa memengaruhi dirinya. Ia tidak akan menua, karena waktu tidak lagi menyentuhnya. Ia seharusnya tidak berada pada waktu ini, lebih dari seratus tahun di masa lampau.
Wanita yang dulu dikenal sebagai Carol, namun kini menjadi Anna, menaruh cangkir tehnya perlahan karena kedua tanggannya bergetar hebat. Di benaknya hanya terdapat satu pertanyaan yang terus menerus berulang.
Sampai kapan ia akan menjadi sesuatu yang aneh, tidak tersentuh oleh waktu maupun kematian, hanya bisa terus menerus hidup dan kehilangan orang-orang yang ia sayangi?
Di kejauhan, terdengar suara tawa anak-anak asuhnya.
-
Pertanyaannya
yang muncul di teras sebuah villa terpencil di Somalia itu terjawab lebih dari
seratus tahun kemudian, tepat ketika Carol dari masa depan terlahir.
-
Selesai.
No comments:
Post a Comment